Tampilkan postingan dengan label pengajian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pengajian. Tampilkan semua postingan

Jumat, 23 Desember 2011

Tubuh Sebagai Perekam Perbuatan Kita

Salah satu hal yang sangat berperan dalam upaya kita meningkatkan takwa pada Allah SWT adalah mengingat mati dan kehidupan di akhirat. Bahwa semua makhluk tanpa kecuali akan meninggalkan dunia yang sementara ini. Entah nanti, atau besok, seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan, kita semua pasti akan mati. كل نفس ذائقة الموت (Setiap makhluk hidup pasti akan mati). Dan kita, sebagai umat Islam memang diperintahkan untuk sering-sering ingat mati agar hidup kita menjadi baik. Nabi bersabda: أكثروا ذكر هاذم اللذات (Perbanyaklah mengingat pemutus keenakan duniawi). Selanjutnya, berkaitan dengan kehidupan di akhirat, ada dua hal utama yang harus selalu menjadi peringatan bagi kita. Pertama, bahwa hidup di dunia ini teramat sangat sementara, dan hidup di akhirat itu tiada batasnya. Andaikan saja kita dikaruniai umur panjang sampai 100 tahun, maka sebenarnya itu hanyalah sepersepuluh hari akhirat. Sebab 1 hari di akhirat sama dengan 1000 tahun di dunia. Ini didasarkan pada ayat ke-7 surat As-Sajdah yang berarti: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNYA dalam satu hari yang kadarnya seribu tahun menurut perhitunganmu. Jadi, secara matematis masa 100 tahun di dunia = 2 jam 24 menit (menurut perhitungan akhirat). Lebih detil lagi, 1 jam akhirat = 41,66 tahun, 1 menit = sekitar 255 hari, dan 1 detik = 4,25 hari. Kedua, bahwa semua perbuatan yang kita lakukan di dunia terekam oleh tubuh kita. Kita harus tahu bahwa agama kita tidak mengajarkan apa yang sering diungkapkan orang “surgo nunut neroko katut” (ke surga numpang, ke neraka ikut). Karena yang benar adalah, orang masuk surga karena amal baiknya, dan yang masuk neraka karena kesalahannya sendiri. Sehingga ada sebuah ilustrasi (penggambaran) di dalam al-Quran surat al-Anam ayat 94. Seolah-olah ketika nanti di hari Kiamat dan kita berbondong-bondong menuju pengadilan Allah, terpampang sebuah sepanduk besar yang artinya: Dan sungguh kalian telah datang kepada kami sendiri-sendiri sebagaimana Kami ciptakan kalian pada mulanya. Dan kalian tinggalkan di dunia apa yang telah Kami karuniakan pada kalian. dan Kami tiada melihat bersama kalian pemberi syafa'at yang kalian anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu. Sungguh telah terputus hubungan-hubungan di antara kalian dan lenyaplah apa yang dahulu (di dunia) kalian anggap (sebagai sekutu Allah). Kita lahir di dunia dari dua garba ibu sebagai pribadi-pribadi. Tetapi kemudian kita dituntut untuk hidup yang baik. Dan kebaikan kita di dunia ini selalu diukur secara sosial. Perbuatan baik adalah perbuatan baik dalam konteks sosial. Itulah makanya manusia disebut makhluk sosial. Makhluk yang harus selalu memikirkan sesamanya. Seperti dilambangkan dalam ucapan terakhir setiap kali kita salat, yaitu assalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh (semoga keselamatan dan keberkahan dari Allah senantiasa tercurah untuk kalian) sambil menengok ke kanan dan kiri. Seakan ini adalah peringatan dari Allah SWT, “Kalau kamu sudah melaksanakan salat untuk mengingatku, maka sekarang buktikan bahwa kamu mempunyai tekad baik untuk memperhatikan sesama makhluk di sekitarmu. Tengoklah kanan-kirimu karena masih banyak yang membutuhkan bantuan.” Jadi kita menjadi makhluk sosial di dunia ini. Tapi ketika kita mati nanti, dan memasuki alam kubur, kita menjadi makhluk pribadi kembali. Seluruh perbuata kita di dunia, baik dan buruk, hanya kita sendiri yang menanggung. Allah telah memperingatkan dalam surat Luqman ayat 33 yang artinya: Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar. Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia menipu kalian, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kalian. Pengadilan Allah sama sekali tidak menerima tebusan. Tebusan (عدل) dalam sistem hukum negara kita tidak dikenal. Makanya orang yang sedang menjalani hukuman di penjara, kalau dia mau keluar untuk sementara dia harus menyuap petugas. Istilahnya menyuap tidak menebus. Tapi di negara Inggris, sistem hukumnya mengakui adanya tebusan, atau dikenal dengan istilah bail. Di akhirat kelak, sama sekali tidak ada tebusan apalagi suap. Semuanya harus berhadapan dengan Allah sendiri-sendiri. Praktek pengadilan Ilahi di hari akhirat kelak telah dijelaskan dengan gamblang dalam surat Yasin ayat 65 yang artinya: Pada hari itu Kami bungkam mulut-mulut mereka; dan berkatalah kepada kami tangan mereka, sedankan kaki-kaki mereka memberikan kesaksian atas apa yang telah mereka kerjakan di dunia. Jadi, badan kita ini akan menjadi saksi. Jika mulut mencoba mengingkari suatu tuduhan dalam pengadilan Allah nanti, maka yang akan membantah adalah tangan kita sendiri, dan kaki kita akan menjadi saksi. Ini adalah peringatan yang sangat kuat yang harus selalu kita renungkan. Secara ilmiah kita bisa mengatakan bahwa badan kita ini memang bisa menjadi saksi dari seluruh perbuatan kita. Sebuah teori mengatakan bahwa sebenarnya segala kejadian di alam raya ini tidak ada yang hilang tanpa terekam. Kejadian-kejadian itu terekam di angkasa juga di dalam diri kita sendiri. Sebagai contoh dari proses perekaman ini adalah fungsi DNA (deoxyribonucleic acid) dan gen. DNA dan gen berfungsi sebagai perekam semua bentuk dan karakter/watak kita. DNA terdapat di dalam gen, gen ada di dalam kromosom, dan kromosom terdapat di dalam sel. Dan perlu kita tahu bahwa semua makhluk hidup memiliki sel. Baik DNA, gen, kromosom, dan sel, semuanya adalah benda-benda mikroskopis (yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop). Tetapi justru di dalam DNA itulah terekam seluruh informasi mengenai diri kita. Apakah rambut kita ikal atau lurus, hidung kita pesek atau mancung, watak kita penggembira atau gampang sedih, watak kita supel atau tertutup, semuanya ada di dalam benda-benda yang tak terlihat oleh mata telanjang kita. Oleh karenanya, jika al-Quran mengatakan bahwa badan kita menjadi perekam dari seluruh perbuatan kita, adalah suatu hal yang benar adanya. Karena di dalam tubuh kita ini terdapat milyaran DNA dan gen. Dan semuanya itu kelak akan berbicara pada Allah SWT melalui tangan dan kaki kita seperti dilukiskan di dalam surat Yasin ayat 65 tsb. Maka dari itu, semua ini harus menjadi peringatan bagi kita. Hidup di dunia hanya satu kali. Setiap kejadian yang kita alami hanya terjadi sekali. Bahkan setiap detik, menit, dan jam, tidak mungkin terulang lagi. Maka hendaknya kita terus berupaya meningkatkan kulaitas hidup kita secara serius. Demikian semoga bermanfaat. Ditulis oleh Ustadz Arif Hidayat, Lc on http://www.pesantrenvirtual.com/

Senin, 07 September 2009

Fw: [pesantren] Pengajian: Faktor-faktor Penyulut Radikalisme Agama



*
Klik di bawah ini:
http://stiemuliapratama.webs.com
=============================================
" Apa salahnya berbuat Baik; dan apa baiknya berbuat Salah "
                              Keep the Best & Smile.
-------------------------------------------------------------------------------------------


--- On Thu, 30/7/09, ustadz@pesantrenvirtual.com <ustadz@pesantrenvirtual.com> wrote:

From: ustadz@pesantrenvirtual.com <ustadz@pesantrenvirtual.com>
Subject: [pesantren] Pengajian: Faktor-faktor Penyulut Radikalisme Agama
To: pesantren@yahoogroups.com
Date: Thursday, 30 July, 2009, 7:12 PM

#############################################
Pesantren Virtual - "Pondok Pesantren era Digital"
Website: http://www.pesantrenvirtual.com
Informasi: info@pesantrenvirtual.com
Konsultasi: konsultasi@pesantrenvirtual.com
#############################################

Faktor-faktor Penyulut Radikalisme Agama
Oleh: Ustadz Muladi Mughni, Lc.

Berikut ini akan saya sampaikan enam faktor yang dapat menyulut dan
memunculkan aksi terorisme-radikalisme. Mengingat Rasulullah Saw sangat
mewanti-wanti umat Islam untuk tidak terjebak pada tindakan ekstremisme
(at-tatharuf al-diniy), berlebihan (ghuluw), berpaham sempit (dhayyiq),
kaku (tanathu'/rigid), dan keras (tasyaddud).

I. Faktor Pemikiran:

Merebaknya dua trend paham yang ada dalam masyarakat Islam, yang pertama
menganggap bahwa agama merupakan penyebab kemunduran ummat Islam. Sehingga
jika ummat ingin unggul dalam mengejar ketertinggalannya maka ia harus
melepaskan baju agama yang ia miliki saat ini. Pemikiran ini merupakan
produk sekularisme yang secara pilosofi anti terhadap agama.

Sedang pemikiran yang kedua adalah mereflesikan penentangannya terhadap
alam relaitas yang dianggapnya sudah tidak dapat ditolerir lagi, dunia
saat ini dipandanganya tidak lagi akan mendatangkan keberkahan dari Allah
Swt, penuh dengan kenistaan, sehingga satu-satunya jalan selamat hanyalah
kembali kepada agama. Namun jalan menuju kepada agama itu dilakukan dengan
cara-cara yang sempit, keras, kaku dan memusuhi segala hal yang berbau
modernitas. Pemikiran ini merupakan anak kandung dari pada paham
fundamentalisme.

Kedua corak pemikiran inilah yang jika tumbuh subur dimasyarakat akan
melahirkan tindakan-tindakan yang kontra produktif bagi bangsa bahkan
agama yang dianutnya. Kedua trend pemikiran yang satunya menolak agama dan
yang kedua mengajak kepada paham agama yang keras, justru akan melahirkan
reaksi yang bertentangan dengan misi diciptakannya manusia oleh Allah Swt
di semesta ini sebagai mahluk yang seharusnya mendatangkan kemakmuran
dunia.

Di samping itu, banyaknya sekelompok orang yang lebih memilih memperdalami
agama, namun tidak berdasarkan sumber yang otentik, ataupun ulama yang
benar-benar memiliki pemahaman agama yang luas dan benar (rusukh).
Terkadang sumber bacaannya adalah buku-buku terjemahan yang kurang dapat
dipertangungjawabkan, menerima ilmu dari orang yang pemahaman agamanya
sangat dangkal. Ahli kimia berbicara al-Qur'an, ahli kedokteran
berbicara tafsir, ahli teknik bom berbicara fiqh jihad.

Apa jadinya kesimpulan yang mereka keluarkan. Padahal al-Quran, tafsir,
dan fiqh jihad memiliki karakteristik dan syarat-syarat yang sangat teliti
dan khusus dan harus tepat sesuai fungsi dan kegunaannya. Hal itu sama
saja, dengan apa jadinya jika seorang ahli agama berbicara kedokteran,
berbicara pertanian, teknik mesin dan lain-lain.
Maka memahami sesuatu ilmu termasuk agama harus berdasarkan dari sumber
dan ahlinya yang otentik, jika tidak penyelewengan-penyelewengan
kesimpulan yang dijelmakan melalui aksi akan berakibat fatal bagi manusia
itu sendiri.

II. Faktor Ekonomi :

William Nock pengarang buku "Perwajahan Dunia Baru"
mengatakan: Terorisme yang belakangan ini marak muncul merupakan reaksi
dari kesenjangan ekonomi yang terjadi di dunia". Liberalisme ekonomi
yang mengakibatkan perputaran modal hanya bergulir dan dirasakan bagi yang
kaya saja, mengakibatkan jurang yang sangat tajam kepada yang miskin. Jika
pola ekonomi seperti itu terus berlangsung pada tingkat global, maka yang
terjadi reaksinya adalah terorisme internasional. Namun jika pola ekonomi
seperti ini diterapkan pada tingkat Negara tertentu, maka akan memicu
tindakan terorisme nasional.

Karena boleh jadi problem kemiskinan, pengangguran dan keterjepitan
ekonomi dapat mengubah pola pikir seseorang dari yang sebelumnya baik,
menjadi orang yang sangat kejam dan dapat melakukan apa saja, termasuk
melakukan terror.

Sangat tepat jika kita renungkan hadits nabi yang mengatakan, "Kaada
al-Faqru an yakuuna Kufran". Hampir-hampir saja suatu kefakiran
dapat meyeret orangnya kepda tindakan kekufuran". Bukankan tindakan
membunuh, melukai, meledakkan diri, meneror suatu tindakan yang dekat
dengan kekufuran.?

III. Faktor Politik:

Stabilitas politik yang diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang
berkeadilan bagi rakyat adalah cita-cita semua Negara. Kehadiran para
pemimpin yang adil, berpihak pada rakyat, tidak semata hobi bertengkar dan
menjamin kebebasan dan hak-hak rakyat, tentu akan melahirkan kebanggaan
dari ada anak negeri untuk selalu membela dan memperjuangkan negaranya.
Mereka akan sayang dan menjaga kehormatan negaranya baik dari dalam maupun
dar luar.

Namun sebaliknya jika politik yang dijalankan adalah politik kotor,
politik yang hanya berpihak pada pemilik modal, kekuatan-kekuatan asing,
bahkan politik pembodohan rakyat, maka kondisi ini lambat laun akan
melahirkan tindakan skeptis masyarakat. Akan mudah muncul
kelompok-kelompok atas nama yang berbeda baik politik, agama ataupun
sosial yang mudah saling menghancurkan satu sama lainnya.

Bukankan kita pernah membaca sejarah lahirnya garakan khawarij pada masa
kepemimpinan Ali bin Abi Thalib RA. yang merupakan mascot gerakan
terorisme masa lalu yang juga disebabkan oleh munculnya stigma
ketidakstabilan dan ketidakadilan politik pada waktu itu. Sehingga
munculah kelompok-kelompok yang saling mengklaim paling benar, bahkan
saling mengkafirkan satu sama lainnya. Tentu kita tidak ingin sejarah itu
terulang kembali saat ini.

IV. Faktor Sosial:

Diantara faktor munculnya pemahaman yang menyimpang adalah adanya kondisi
konflik yang sering terjadi di dalam masyarakat. Banyaknya perkara-perkara
yang menyedot perhatian massa yang berhujung pada tindakan-tindakan
anarkis, pada akhirnya melahirkan antipati sekelompok orang untuk bersikap
bercerai dengan masyarakat. Pada awalnya sikap berpisah dengan masyarakat
ini diniatkan untuk menghindari kekacauan yang terjai. Namun lama kelamaan
sikap ini berubah menjadi sikap antipati dan memusuhi masyarakat itu
sendiri. Jika sekolompok orang ini berkumpul menjadi satu atau sengaja
dikumpulkan, maka akan sangat mudah dimanfaatkan untuk
kepentingan-kepentingan tertentu.

Dalam gerakan agama sempalan, biasanya mereka lebih memilih menjadikan
pandangan tokoh atau ulama yang keras dan kritis terhadap pemerintah.
Karena mereka beranggapan, kelompok ulama yang memiliki pandangan moderat
telah terkooptasi dan bersekongkol dengan penguasa. Sehingga ajaran Islam
yang moderat dan rahmatan lil alamin itu tidak mereka ambil bahkan
dijauhkan dan mereka lebih memilih pemahaman yang keras dari ulama yang
yang kritis tersebut. Dari sinilah lalu, maka pemikiran garis keras Islam
sesungguhnya sangat kecil, dan tidak mencerminkan wajah Islam yang
sebenarnya. Namun gerakan dan tindakannya yang nekat dan tidak terkontrol,
menjadikan wajah Islam yang moderat dan mayoriats itu seolah tertutup dan
hilang.

Maka tugas kita adalah mengembalikan fungsi ulama sebagai pengawal
masyarakat dari penyimpangan-penyimpangan pemahanan dan akidah, serta
mengembalikan lagi kepercayaan ummat yang putus asa dengan kondisi sosial
yang ada, untuk tidak lebih tergelincir jauh kepada kelompok yang
cenderung menghalalkan segala cara untuk melakukan proses perubahan sosial
yang berlandaskan pada ajaran agama. Dalam hal ini kelompok moderat Islam
harus lebih disuport dan dibantu, ketimbang energi kita hanya dikuras
untuk menghabisi kelompok-kelompok radikal saja.

V. Faktor Psikologis:

Faktor ini sangat terkait dengan pengalaman hidup individual seseorang.
Pengalamannya dengan kepahitan hidupnya, linkungannya, kegaggalan dalam
karir dan kerjanya, dapat saja mendorong sesorang untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang menyimpang dan anarkis. Perasaan yang menggunung
akibat kegagalan hidup yang dideranya, mengakibatkan perasaan diri
terisolasi dari masyarakat. Jika hal ini terus berlangsung tanpa adanya
pembinaan dan bimbingan yang tepat. Orang tersebut akan melakukan
perbuatan yang mengejutkan sebagai reaksi untuk sekedar menampakkan
eksistensi dirinya.

Dr. Abdurrahman al-Mathrudi pernah menulis, bahwa sebagian besar orang
yang bergabung kepada kelompok garis keras adalah mereka yang secara
pribadi mengalami kegagalan dalam hidup dan pendidikannya. Mereka inilah
yang harus kita bina, dan kita perhatikan. Maka hendaknnya kita tidak
selalu meremehkan mereka yang secara ekonomi dan nasib kurang beruntung.
Sebab mereka ini sangat rentan dimanfaatkan dan dibrain washing oleh
kelompok yang memiliki target terorisme tertentu.

VI. Faktor Pendidikan:

Sekalipun pendidikan bukanlah faktor langsung yang dapat menyebabkan
munculnya gerakan terorisme, akan tetapi dampak yang dihasilkan dari suatu
pendidikan yang keliru juga sangat berbahaya. Pendidikan agama khususnya
yang harus lebih diperhatikan. Ajaran agama yang mengajarkan toleransi,
kesantunan, keramahan, membenci pengrusakan, dan menganjurkan persatuan
tidak sering didengungkan. Retorika pendidikan yang disuguhkan kepada
ummat lebih sering bernada mengejek daripada mengajak, lebih sering
memukul daripada merangkul, lebih sering menghardik daripada mendidik.
Maka lahirnya generasi umat yang merasa dirinya dan kelompoknyalah yang
paling benar sementara yang lain salah maka harus diperangi, adalah akibat
dari sistem pendidikan kita yang salah. Sekolah-sekolah agama dipaksa
untuk memasukkan kurikulum-kurikulum umum, sememtara sekolah umum alergi
memasukan kurikulum agama.

Dan tidak sedikit orang-orang yang terlibat dalam aksi terorisme justru
dari kalangan yang berlatar pendidikan umum, seperti dokter, insinyur,
ahli teknik, ahli sains, namun hanya mempelajari agama sedikit dari luar
sekolah, yang kebenaran pemahamananya belum tentu dapat
dipertanggungjawabkan. Atau dididik oleh kelompok Islam yang keras dan
memiliki pemahaman agama yang serabutan.

Demikianlah penjabaran enam faktor penyulut terorisme, semoga dapat
bermanfaat. Tugas kita ke depan tentu sangat berat, maka diperlukan
kerjasama yang sinergeis antara semua elemen bangsa, baik ulama,
pemerintah, dan masyarakat untuk mengikis tindakan terorisme sampai ke
akar-akarnya. Paling tidak langkah itu dapat dimulai dengan cara
meluruskan paham-paham keagamaan yang menyimpang oleh ulama, menciptakan
keadilan dan stabilitas ekonomi dan politik oleh pemerintah. Serta
menciptakan suasana kondusif bagi tumbuhnya tatanan masyarakat yang damai,
toleran, aman, merdeka, religius, bertaqwa dan memiliki semangat kecintaan
tanah air yang kuat.

Dengan langkah ini kita memohon kepada Allah Swt, semoga bangsa dan negara
kita terlindung dari bahaya terorisme, sesuai dengan janji dan spirit
al-Qur'an:

Yang artinya: Seandainya penduduk suatu kaum itu beriman dan bertakwa,
maka niscaya akan kami bukakan pintu berkah kepada mereka dari arah langit
dan bumi, akan tetapi mereka mendustkan (agama), maka akan kami binasakan
mereka akibat dari perbuatanya itu sendiri (Q.S. al-A'raf: 69).




------------------------------------

----------------------
Catatan: Ini adalah e-mail berlangganan. Anda mendapatkan materi ini karena telah mendaftar di mailing list pesantren@yahoogroups.com. Untuk berhenti: kirim email pesantren-unsubscribe@yahoogroups.com

[ www.PesantrenVirtual.com ]
Hak cipta © 1999-2003 PesantrenVirtual.com. Informasi: info@pesantrenvirtual.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/pesantren/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/pesantren/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:pesantren-digest@yahoogroups.com
    mailto:pesantren-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    pesantren-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/



New Email addresses available on Yahoo!
Get the Email name you've always wanted on the new @ymail and @rocketmail.
Hurry before someone else does!