Kamis, 25 November 2010

Persoalan-Persoalan Akhlaq Masa Kini

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dialami oleh manusia sekarang ini, tidak sedikit dampak negatifnya terhadap sikap hidup dan perilakunya; baik ia sebagai manusia yang beragama, maupun sebagai makhluk individual dan sosial.
Dampak negatif yang paling berbahaya terhadap kehidupan manusia atas kemajuan yang dialaminya, ditandai dengan adanya kecenderungan menganggap bahwa satu-satunya yang dapat membahagiakan hidupnya adalah nilai materiil, sehingga manusia terlampau mengejar materi, tanpa menghiraukan nilai-nilai spiritual yang sebenarnya berfungsi untuk memelihara dan mengendalikan akhlaq manusia.
Manusia pasti kehilangan kendali dan salah arah bila nilai-nilai spiritual ditinggalkan, sehingga mudah terjerumus ke berbagai penyelewengan dan kerusakan akhlaq, misalnya melakukan perampasan hak-hak orang lain, penyelewengan seks dan pembunuhan. Nilai-nilai spiritual yang dimaksudkan dalam Islam adalah ajaran agama yang berwujud perintah, larangan dan anjuran; yang kesemuanya berfungsi untuk membina kepribadian manusia dalam kaitannya sebagai hamba Allah serta anggota masyarakat. Mengejar nilai-nilai materi saja, tidak bisa dijadikan sarana untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki. Bahkan hanya menimbulkan bencana yang hebat, karena orientasi hidup manusia semakin tidak mempedulikan kepentingan orang lain, asalkan materi yang dikejar-kejarnya dapat dikuasainya, akhirnya timbul persaingan hidup yang tidak sehat. Sementara manusia tidak memerlukan lagi agama untuk mengendalikan segala perbuatannya, karena dianggapnya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan hidupnya. Persaingan hidup yang tidak sehat, menimbulkan sikap tamak (rakus), yang sebenarnya merupakan salah satu wujud ketegangan jiwa (stres), sehingga Imam Al-Ghazaly menyebutnya sebagai istilah min ‘alaamaati marodlilqolbi (sebagian gejala penyakit jiwa); yang penanggulangannya tidak lain, kecuali menanamkan pada diri kita sikap kesederhanaan dan perasaan kecukupan (al qonaa’ah). Dan besar kemungkinan, orang yang terlalu mengejar nilai materi, membuat dirinya kikir (al bukhlu) yang penanggulangannya tidak lain sikap pemurah (as-sakho’).
Imam Al-Ghazaly membagi tingkatan keburukan akhlaq menjadi empat macam; yaitu :
1. Keburukan akhlaq yang timbul karena ketidaksanggupan seseorang mengendalikan nafsunya, sehingga pelakunya disebut al-jaahil.
2. Perbuatan yang diketahui keburukannya, tetapi ia tidak bisa meninggalkannya karena nafsunya sudah menguasai dirinya, sehingga pelakunya disebut al-jaahiludl-dloollu.
3. Keburukan akhlaq yang dilakukan oleh seseorang, karena pengertian baik baginya sudah kabur, sehingga perbuatan buruklah yang dianggapnya baik. Maka pelakunya disebut al-jaahiludl-dloollulfaasiq.
4. Perbuatan buruk yang sangat berbahaya terhadap masyarakat pada umumnya, sedangkan tidak terdapat tanda-tanda kesadaran bagi pelakunya, kecuali hanya kekhawatiran akan menimbulkan pengorbanan yang lebih hebat lagi. Orang yang melakukannya disebut al-jaahiludl-dloollulfaasiqusy-syariir.
Menurut Al-Ghazaly, tingkatan keburukan akhlaq yang pertama, kedua dan ketiga masih bisa dididik menjadi baik, kedua dan ketiga masih bisa dididik menjadi baik; sedangkan tingkatan keempat, sama sekali tidak bisa dipulihkan kembali. Karena itu, agama Islam membolehkannya untuk memberikan hukuman mati bagi pelakunya, agar tidak meresahkan masyarakat umum. Sebab kalau dibiarkan hidup, besar kemungkinannya akan melakukan lagi hal-hal yang mengorbankan orang banyak. Disini hanya dikemukakan sebagian kecil keburukan akhlaq yang dilakukan dengan menggunakan peralatan modern untuk mencapai maksud-maksud jahatnya; antara lain penggunaan bahkan narkotika bagi remaja-remaja dan pembajakan di atas pesawat bagi orang dewasa.
Begitu canggihnya peralatan yang digunakan dalam melakukan kejahatan, membuat petugas keamanan tidak bisa menemukannya, akibatnya dapat menelan banyak pengorbanan. Maka ukuran kesejahteraan dan kebahagiaan hidup, tidak dapat dinilai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia, kecuali harus disertai dengan nilai-nilai spiritual (agama), yang di dalamnya terdapat nilai-nilai akhlaq mulia.
Agama Islam tidak melarang manusia memiliki kemajuan disegala bidang kehidupan, bahkan mewajibkannya, sebagai sarana untuk meningkatkan taraf hidupnya. Hanya yang dilarang dalam agama, bila kemajuan itu, digunakan untuk menghancurkan aqidah Islamiyah, dan mendatangkan bencana kehidupan makhluk di bumi ini. Kalau kita kembali memperhatikan ayat-ayat akhlaq yang bertebaran dalam Al-Qur’an beserta asbab nuzulnya, maka dapat diperoleh kesan bahwa betapa hancurnya tatanan hidup masyarakat sebelum datangnya Islam. Kehancuran manusia yang dihadapi oleh Islam sejak lahirnya, sama keadaannya dengan kehancuran akhlaq bangsa Romawi dan Persia, yang terkenal dengan ketinggian kebudayaannya. Lalu dapat lagi dijadikan tolok ukur bahwa ketinggian kebudayaan tidak memberi jaminan untuk melakukan perbuatan yang manusiawi, kecuali kalau manusia itu tetap melakukan petunjuk agamanya. Banyak sekali petunjuk dalam agama yang dapat dijadikan sarana untuk memperbaiki akhlaq manusia; antara lain anjuran untuk selalu bertaubat, bersabar, bersyukur, bertawakkal, mencintai orang lain, mengasihani serta menolongnya. Anjuran-anjuran itu, sering didapatkan dalam ayat-ayat akhlaq, sebagai nasehat bagi orang-orang yang sering melakukan perbuatan buruk. Itu terbukti bahwa akhlaq buruk dapat dididik menjadi baik, kecuali tingkatan akhlaq buruk yang keempat tadi. Karena itu, Imam Al-Ghazaly mengatakan: “ Seandainya akhlaq tidak bisa diubah, maka pasti tidak ada manfaatnya memberikan pesan-pesan, nasehat-nasehat dan didikan “ (Al-Ghazaly, Ihyaa’ ‘Ulumiddin, Juz III-hl. 54).
Secara normatif, pendidikan akhlaq sudah ada dalam Al-Qur’an dan Hadits, tinggal kita merumuskannya secara operasional, sehingga dapat diterapkan pada peserta didik; baik yang menyangkut perkembangan anak manusia, maupun tempat dilaksanakannya pendidikan itu. (•than mas) - dinukil dari: Drs. Mahjuddin ,”Kuliah Akhlaq-Tasawuf “, Kalam Mulia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar